Budidaya ikan nila di Indonesia berkembang dengan sangat pesat. Pengembangan dari jenis ikan nila pun sudah banyak dan beragam seperti ikan nila merah, ikan nila gesit, ikan nila citralada, iklan nila nirwana 3, ikan nila best, dan ikan nila larasati. Tidak hanya jenisnya, kualitas ikan nila yang dihasilkan pun semakin baik, mulai dari indukan, benih, efisiensi budidaya pembesaran sampai kualitas dagingnya.
Ikan nila juga sangat diminati masyarakat, karena selain rasanya yang lezat, kandungan di dalamnya juga bisa menjadi sumber protein. Harganya yang terjangkau membuat ikan nila mendapat permintaan pasar yang besar. Selain kalangan domestik, ikan nila pun biasa diekspor ke berbagai negara tujuan, utamanya Amerika Serikat, disusul kemudian ke Arab Saudi.Mengenali potensi tersebut, pemerintah terus melakukan berbagai inovasi untuk meningkatkan produktivitas dunia perikanan di Indonesia. Inovasi paling mutakhir yang berhasil dibuat adalah sistem teknologi Recirculating Aquaculture System (RAS). Di negara perikanan maju seperti Norwegia, teknologi tersebut sudah biasa digunakan.
Teknologi RAS adalah teknologi dengan menerapkan sistem budidaya ikan secara intensif dengan menggunakan infrastruktur yang memungkinkan pemanfaatan air secara terus-menerus (resirkulasi air). Pemanfaatan tersebut seperti fisika filter, biologi filter, ultra violet (UV), generator oksigen yang berfungsi untuk mengontrol dan menstabilkan kondisi lingkungan ikan. Hal tersebut bisa mengurangi jumlah penggunaan air dan meningkatkan tingkat kehidupan ikan.
Dengan menggunakan sistem RAS terbukti menaikkan produksi hingga 100 kali lipat dibanding penggunaan sistem konvensional yang lebih dulu digunakan. Dengan menggunakan RAS pada kolam nila, produksi akan mencapai 5.000 ekor per meter kubik. Tapi sebaliknya, jika menggunakan sistem konvensional, produksi hanya mampu mencapai 50 ekor saja. Kelebihan lainya budidaya dengan sistem ini sangat menghemat penggunaan air, dan dapat dilakukan pada area yang terbatas.
Secara ekonomi, biaya instalasi sistem RAS senilai kurang lebih Rp80 juta dengan biaya penyusutan mencapai Rp13,3 juta pertahun dan biaya operasional berkisar Rp1,5 juta per bulan. Maka setidaknya akan meraup pendapatan kotor hingga 100 juta per tahun atau lebih dari Rp8 juta rupiah per bulan.
Dari berbagai aspek, sistem RAS merupakan teknologi yang tepat dalam meningkatkan produktivitas pembenihan ikan dengan cara mengefisiensikan penggunaan air dan lahan. Prinsip dasar RAS yaitu memanfaatkan air media pemeliharaan secara berulang-ulang dengan mengendalikan beberapa indikator kualitas air agar tetap pada kondisi prima. Hal itu menciptakan usaha yang minim dampak negatif terhadap ekologi.
Penggunaan teknologi RAS akan memberikan jalan keluar atas tantangan perikanan budidaya ke depan yang diprediksi akan semakin kompleks. Teknologi ini juga dinilai akan mampu mengatasi fenomena alam yang tak menentu seperti perubahan iklim dan kualitas lingkungan.
Selain untuk budidaya ikan nila, teknologi RAS juga dapat diterapkan untuk berbagai jenis komoditas, baik tawar, payau, maupun laut. Dengan demikian, teknologi tersebut bisa menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan kebutuhan benih ikan yang kerap kali terjadi dan dirasakan para pembudidaya ikan di seluruh Indonesia.Dibandingkan sistem konvensional, teknologi RAS memiliki keunggulan karena aman dari pencemaran yang terjadi di luar lingkungan perairan.
Hal itu, membuat sanitasi dan higienitas menjadi lebih terjaga dan membuat teknologi tersebut menjadi ramah terhadap lingkungan. Selain itu, juga mudah dalam pemeliharaan dan stabilitas kualitas air lebih terjaga serta penggunaan air lebih hemat.
Agroqu sangat meyakini bahwa teknologi yang dipakai dalam sistem RAS ini bisa menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan kebutuhan benih ikan yang kerap kali terjadi dan dirasakan para pembudidaya ikan di seluruh Indonesia.